Di era reformasi dewasa ini pers semakin maju dan
berkembang. Terutama dengan pemberitaannya yang dengan cepat ter-update secara
aktual melalui media massa seperti media cetak, media elektronik dan media
online seperti internet. dengan demikian masyarakat dapat mengetahui
kejadian maupun peristiwa dengan mudah dan cepat baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri. selain itu, masyarakat sebagai konsumen penikmat acara televisi juga dimanjakan dengan segala bentuk acara yang ditayangkan. Namun dibalik itu
semua ada hal-hal yang sekiranya menyimpang dari Undang-undang Pers No 40 Tahun
1999. mengapa ? berikut penjeleasannya
Di dalam UU No 40 Tahun 1999 dijelaskan pada pasal 3, bahwa
pers haruslah memiliki fungsi sebagai informasi, pendidikan, hiburan, kontrol
sosial dan lembaga ekonomi. Namun pada kenyataan di lapangan, pers di era ini
jauh dari fungsi-fungsi tersebut. mengapa demikian ? seperti yang kita tahu
bahwa acara-acara yang di tayangkan di media elektronik kebanyakan hanyalah
mencari rating, tidak memerhatikan aspek seperti mendidik. contohnya saja
seperti kebanyakan sinetron yang mengangkat cerita percintaan remaja. kerap
kali anak-anak usia 4 tahun ke atas, menjadi konsumen acara tersebut. Ini membuat dampak kepada anak-anak untuk mengerti hal yang belum boleh dimengerti. selain itu, dalam mengomentari pemerintah, pers kerap kali menjadi provokator, bertindak seakan-akan menekan, dan merubah pola fikir masyarakat menjadi negatif terhadap pemerintah. Tentunya membuat image buruk kepada pemerintah karena kebanyakan masyarakat berasumsi sejalan dengan apa yang diberitakan oleh pers. kembali kepada salah satu teori komunikasi massa yaitu teori kultivasi dimana konsumen televisi menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi adalah dunia senyatanya.
Berikut cuplikan komentar langsung Presiden Joko Widodo mengenai Pers di Hari Pers Nasional tahun 2016 di Lombok, NTB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar